Followers

Wednesday 28 August 2013

JUAL BELI DALAM ISLAM:

berkenaan tajuk jualbeli ini ustazah juga ingin memaparkan perbincangan tentang jual beli Dropship dalam Islam kepada pelajar sekalian:

Perbincangan Jual Beli Dropship dalam Islam

06/07/2013i
No Dropship
Adanya teknologi komunikasi jarak jauh memunculkan beberapa model jual-beli gaya baru. Asal hukum muamalah termasuk jual beli adalah halal kecuali ada dalil yang mengharamkan.  disini Insya Allah kita akan cuba mengupas sedikit tentang Jual Beli Dropship (Drop Shipping).
Jual beli Dropship  adalah seseorang penjual kedua membeli barang dari penjual pertama dan mengirimkannya ke pembeli. seolah2 pembeli membeli barang dari penjual kedua tetapi barang dikirim  dari penjual pertama tanpa pembeli tahu bahwa barang dikirim dari penjual pertama (lihat gambar skema di bawah).
mekanisme dropship
Model jual beli dropship muncul kerana kemudahan dalam berkomunikasi secara jarak jauh. Jual beli dropship biasa terjadi secara online ( internet) maupun offline juga . Contohnya adalah seseorang ‘pedagang A’ mempunyai maklumat tentang dimana tempat membeli barang murah untuk produk tertentu di ‘pedagang B’, kemudian menawarkan ke orang lain yang memerlukan barang tersebut. Setelah ada pesanan, pedagang A menyuruh pedagang B untuk mengirimkan barang kepada pelanggannya dengan syarat tidak diberitahu bahwa barang tersebut adalah milik pedangan B.
Jual beli model dropship sebenarnya menguntungkan dua pihak baik penjual pertama dan penjual kedua. Penjual pertama dibantu oleh pihak penjual kedua, adapun penjual kedua tidak perlu menyentuh barang dan hanya modal komunikasi dengan penjual pertama. Akan tetapi prinsip dalam Islam dalam jual-beli bukan hanya sekadar saling menguntungkan akan tetapi harus sesuai syariat Islam.
Apa dalilnya bahawa Jual Beli Dropship tidak boleh?
Telah diriwayatkan oleh Abu Dawud dan At-Tirmidzi. Dan (jika) pihak pembeli memindahkan barang tersebut ke tempat yang tidak menjadi kekuasaan penjual, itu sudah cukup berdasarkan perkataan Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma.
“Artinya : Kami membeli makanan dari Ar-Rukhbaan (para pedagang) secara acak, lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kami membelinya sampai kami membawanya dari tempat tersebut” [1]
Dan dalam riwayat lain.
“Artinya : Kami di zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam membeli makanan, lalu beliau mengutus seseorang kepada kami, yang menyuruh kami memindahkan makanan tersebut dari tempat kami membelinya, ke tempat lain sebelum kami menjualnya kembali”
Dan dalam riwayat lain juga Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma berkata.
“Artinya : Bahwa para sahabat membeli makanan dari para saudagar di zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lau beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus seseorang kepada mereka yang melarang mereka untuk menjualnya di tempat mereka membelinya, sehingga mereka memindahkan makanan tersebut ke tempat lain agar bisa mejualnya kembali”.
Dan dalam riwayat lain lagi Ibnu Umar Rahiyalahu ‘anhuma berkata.
“Artinya : Aku melihat para sahabat di zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ketika mereka membeli makanan secara acak, mereka melarang menjualnya di tempat tersebut sampai mereka memindahkannya”.
عَنْ حَكِيمِ بْنِ حِزَامٍ قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ يَأْتِينِى الرَّجُلُ فَيُرِيدُ مِنِّى الْبَيْعَ لَيْسَ عِنْدِى أَفَأَبْتَاعُهُ لَهُ مِنَ السُّوقِ فَقَالَ : لاَ تَبِعْ مَا لَيْسَ عِنْدَكَ
Dari Hakim bin Hizam, “Beliau berkata kepada Rasulullah, ‘Wahai Rasulullah, ada orang yang mendatangiku. Orang tersebut ingin mengadakan transaksi jual beli, denganku, barang yang belum aku miliki. Bolehkah aku membelikan barang tertentu yang dia inginkan di pasar setelah bertransaksi dengan orang tersebut?’ Kemudian, Nabi bersabda, ‘Janganlah kau menjual barang yang belum kau miliki.’” (HR. Abu Daud, no. 3505; dinilai sahih oleh Al-Albani)
Perbezaan Jual Beli Dropship dengan jual beli salam
Beberapa perbahasan yang pernah kami baca tentang bolehnya jual beli dropship hampir sama definisinya dengan jual beli Salam. Jual beli salam mirip tetapi ada perbezaan dengan jual beli dropship.
 dalil yang membolehkan jual beli salam:
عن ابن عَبَّاسٍ رضي الله عنهما قال: قَدِمَ النبي الْمَدِينَةَ وَهُمْ يُسْلِفُونَ بِالتَّمْرِ السَّنَتَيْنِ وَالثَّلَاثَ. فقال: (من أَسْلَفَ في شَيْءٍ فَفِي كَيْلٍ مَعْلُومٍ وَوَزْنٍ مَعْلُومٍ إلى أَجَلٍ مَعْلُومٍ . متفق عليه
“Dari sahabat Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma, ia berkata: “Ketika Nabi  tiba di kota Madinah, sedangkan penduduk Madinah telah biasa memesan buah kurma dalam tempo waktu dua tahun dan tiga tahun, maka beliau bersabda: “Barang siapa yang memesan sesuatu, maka hendaknya ia memesan dalam jumlah takaran yang telah diketahui (oleh kedua belah pihak), dan dalam timbangan yang telah diketahui (oleh kedua belah pihak), dan hingga tempoh yang telah diketahui (oleh kedua belah pihak) pula.” (Muttafaqun ‘alaih).
Persamaan antara jual beli salam dan dropship adalah ketika proses transaksi penjual sama-sama tidak memiliki barang. Perbezaannya adalah ketika akan diserahkan kepada pembeli barang telah dikuasai penuh oleh penjual.
Contohnya: penjual kedua menawarkan barang ke pembeli dimana dia belum memiliki barang tersebut, penjual kedua membeli barang kepada penjual pertama yang memiliki barang dan kemudian mengirimkannya ke pembeli.
Terlihat mirip kan? tapi jika jeli bahwasanya sebelum dikirim penjual kedua telah setidaknya memindahkan barang dari penjual pertama baik dengan cara memegangnya atau bentuk berpindah tangan dari penjual pertama ke penjual kedua. Adapun dropship tidak pernah sekalipun penjual kedua memegang langsung barang yang akan diserah terimakan kepada pembeli.

 jual beli melalui online dikira selesai  ketika barang telah sampai kepada pihak pembeli. Jadi jika misal barang ketika dikirim itu hilang maka tanggung jawab masih dipikul pihak penjual online karena barang belum diterima. Jadi kadang kala ada alasan bagi kedai online yang menggunakan khidmat  pos  bahwa itu adalah bukan tanggung jawab penjual maka itu adalah pernyataan yang salah.
__________
Foote Note
[1]. HR Ibnu Hibban XI/357 nomor 4982, dan ini lafazhnya. Muslim III/1161, Ibnu Majah nomor 2229, Al-Bukhari nomor 2167, Abu Dawud nomor 3494